“Kami dari 27 bulan Mei...”
Eca dongakan kepala, memperhatikan seorang remaja memakai kaos kutang lepek dengan topi sedikit kumal yang dipakai terbalik, memetik gitar sambil nyanyi.
“Bulan Mei... ayo dong bantai kami, kalau elo punya nyali!”
Perempuan cantik itu melirik sinis. Bagaimana bisa dia nyanyi seperti itu, padahal suaranya bagus, petikan gitarnya terlihat ahli... OH WOW otak Eca kotor! Lihat saja si cantik ini sampai meneguk ludahnya, tapi... tapi lagu yang dinyanyikan sangat tidak nyaman didengar. Ia kesal!
“Dek, kamu ngamen?”
“Gak Tante, saya cuma lagi cari uang pakai cara halal.”
“Ya... dengan ngamen, kan?”
“Ya Tante lihatnya apa?!”
Astaga galak banget pengamen cilik ini.
Cilik? Iya badannya memang kecil, bukan bukan kecil pendek bak kurcaci, tapi kurus dan ya... lumayan tinggi. Tapi lagi lengan tangan yang terekspos cukup berisi. Bikin tante tante satu ini tertarik untuk ia ajak pulang ke apartment mewahnya.
“Mau 5 juta gak?”
“Gimana, Tan?”
“Ikut pulang, hibur saya nanti dikasih 5 juta.”
“Hibur pakai ini...?” Remaja itu angkat gitarnya.
Eca memutar bola matanya, “Mmm— ya bisa jadi.”
Pengamen jalanan mana yang diiming-imingi uang senilai lima juta tapi nolak? Apalagi cuma bermodalkan gitar yang katanya untuk menghibur.
Satu kata yang bikin Eca keluar dari tempat tinggal mewahnya dan memilih nongkrong di pinggir jalan yaitu galau. Eca galau ditinggal berondong kesayangannya nikah. Iya, berondong itu laki-laki simpanan yang ia biayain hidupnya, ia beri hadiah hadiah mahal yang tak ternilai harganya. Setelah menjadi berondong kesayangan selama hampir tiga tahun kemudian laki-laki muda itu memilih untuk menikah dengan kekasihnya. Sungguh kasihan Tante Eca.
Dengan begitu Eca menepikan mobil mewahnya di pinggir jalan, dan datang lah pria muda yang mengamen dengan lagu jelek itu! Ia rasa remaja ini bisa menggantikan mantan berondong kesayangannya... hmm apakah mungkin...?
“Seatbelt-nya dipasang sayang.”
“Umh—”
“Gini—” Eca dekatkan tubuhnya, tarik seatbelt kemudian memasangkan untuk calon berondongnya. Pengamen jalanan itu tak berkutik, memperhatikan gerak gerik Eca dengan seduktif, tubuhnya dekat sekali, sampai dia bisa merasakan nenen sekal itu menggesek bahunya. Terlebih Eca hanya kenakan tanktop berwarna merah menyala tanpa bra, dengan celana pendek di atas lutut, buat beberapa bagian intimnya terekspos bebas.
“Nama kamu siapa?”
“Marki Tan—”
“Oh Marki... umur berapa?”
“Tahun ini 19 Tante.”
“Ooh udah gede ya,”
Apanya? Mata Eca turun ke bawah. Terdapat gelembung pada bagian di tengah celana si remaja.
“Gede?”
“Kamu udah gede.” Kata Eca, lalu ia keluarkan kekehan ringan, mau gak mau laki-laki muda bernama Marki ini ikut terkekeh kecil sambil garuk tengkuknya yang gak gatal.
“Saya Eca ya, tapi panggilnya Mami.”
“M–mami...?”
“Iya kaya gitu.”
“Kenapa?”
“Kenapa apa?” Eca tarik seatbelt-nya sendiri kemudian mulai melajukan mobilnya.
“Kenapa panggilnya mami?”
“Suka aja.”
Hening. Marki sibuk memperhatikan mobil yang dia naiki, mewah, super mewah.
“Kamu bisa lho naik mobil ini terus, tapi ada syaratnya.”
“Apa?”
“Tinggal di rumah Mami.”
”.....”
“Ayo masuk Mark— Mami panggil kamu Mark aja gapapa kan?”
Pemuda itu hanya mengangguk. Langkah kakinya mengikuti si pemilik rumah, entahlah kemana perginya.
“Kamu mandi dulu ya, disana.” Eca mendorong pelan badan Marki menuju kamar mandi tepat di belakang dan tentu saja tanpa adanya jarak. Iya, bukan kedua telapak tangan yang dorong punggung sempit bocah itu, tapi nenen mengkalnya! Tetek besar itu menubruk punggung si remaja yang masih mematung di tempatnya.
“Ayooo~ Mark.”
Mami MAmi MAMiii MAMIIII! Panggilan itu benar-benar mengendap di kepala Marki.
Dia berdiri di bawah shower, basahi rambut hitamnya kemudian disibak ke belakang sambil mengibas kepalanya ke kanan dan ke kirin secara bergantian.
“Mami mami susu gedemu ini lho, gak mau pergi dari otak gue, anjing!”
“Bangsat ini teteknya masih nempel dipunggung.”
“Oalah asu asu...”
Remaja itu mengumpat kesal melihat bagian selangkangannya menegang hanya dengan merasakan nenen gede yang masih berasa nemplok dipunggungnya.
Sebetulnya sudah tegang dari masih di dalam mobil sih... dan dia rasa Mami Eca sudah tahu, maka sebab itu si tuan rumah menyuruhnya untuk mandi terlebih dahulu.
Perlahan tangannya turun ke bawah, mengurut batang penisnya yang semakin lama semakin mengeras, semakin bertambah tegang.
Marki bukan bocah polos yang gak tahu apa-apa. Laki-laki hampir sembilan belas tahun ini tentu sudah mengetahui banyak hal tentang ini dan itu, tentang hubungan orang dewasa, tentang ia yang dibawa ke tempat tinggal mewah ini pun sudah paham maksud dan tujuan si Tan— Mami Eca. Tapi remaja ini akan berpura-pura polos di depan maminya, pura-pura gak tahu apapun supaya Mami Eca senang. Karena pada dasarnya, tante-tante itu menyukai remaja polos, sebab ia sendiri yang akan menodai berondongnya. Ia yang akan mengajari berondongnya dari skil biasa sampai jadi luar biasa hebat.
Tok tok tok! “Mark mandinya udah, sayang?”
“Aahh~ anjing anjing Mami engh...”
“Mark...?”
“Mau bucat umnhhh.... nghhh aahh...!”
“Mark keluar ya...?”
“Asu aahhh keluar di mulut lu aja Eca bangsat gue pejuin tetek gede lo mnhhh aaaahhh—”
“Marki?”
“Iya Mami, ini lagi pake handuk.”
Krek! Pintu kamar mandi dibuka, tepat setelah pintu itu terbuka ada Eca di depannya. Mark meneguk ludahnya, gugup, dengan padangan terdunduk. Perempuan paruh baya itu cuma pakai handuk putih yang gak mampu menutup sepenuhnya tubuh montok itu. Setengah nenennya menyembul keluar, dengan handuk yang panjangnya jauh di atas paha. Kalau saja si mami menungging sedikit saja, itu pantat montoknya bakal terkespos bebas.
“Emhh~” Eca mendekat, hirup tengkuk leher pemuda itu sampai si empunya memejam.
“wangi banget nih yang habis mandi..”
Dia mengangguk lucu sembari terkekeh kecil, “Hehehe iya Mami...”
Eca usap lembut rambut basah si remaja, usapannya turun sampai ke punggungnya yang polos tanpa sehelai benangpun disana. Marki hanya kenakan handuk kecil, yang digunakan untuk menutupi bagian bawahnya saja. Handuk putih bersih itu melilit pinggang sampai setengah paha. Bagian atasnya terbebas dari kain hangat itu.
Si mami sekali dua kali melirik dari atas sampai bawah, memperhatikan lekuk tubuh si remaja yang polos tanpa kain. Rata, memang perutnya sangat rata, tapi tenang berondong Eca sebelumnya pun badannya gak beda jauh sama Marki, tapi setelah hidup bersama, simpanannya itu jadi spek luar biasa ; otot tercetak dijelas di perutnya, bisep menyembul besar, dan dada bidang yang akan tetap terlihat jelas walau kenakan baju longgar. Gak lupa wajah kusamnya akan jadi segar nan super tampan. Apalagi wajah Marki yang sudah tertata ; alis terukir rapi, hidungnya menjulang, dagu yang tegas, juga bibir yang apik. Semua akan beres dalam waktu dekat.
“Mm— mami mau mandi?”
“Iya nih, tapi kok mager ya...”
“Ya udah kalau gitu gak usah man—”
“Kamu mandiin boleh gak?”
Mark kerutkan dahi, apa katanya tadi? Mandiin? Minta dimandiin...??
“Iya Mark, mandiin mami... mau, ya?”
Bajingan! Di bawah sana yang cuma tertutup handuk kecil mengacung... lagi.....
Laki-laki waras mana yang di hadapkan sama perempuan cantik dengan body apik tanpa busana ini gak ereksi? Tentu saja bukan Marki, dia masih waras dan masih memiliki akal yang sehat, gak mungkin kontolnya ini akan diam saja dipertontonkan badan semok Mami Eca. Tapi untung sekarang Mark berdiri di belakang Eca, tepat di belakangnya, memegang busa sabun yang akan dibalur ke punggung mulus si mami.
“Kok diem, kenapa sayang?” Ia putar badan, otomatis selangkangan Marki kesenggol bokong semok Eca.
“Aahhh—”
“Aduh... kesenggol...”
Tatapan Eca turun ke bawah, bersamaan tangannya, menyapa penis berondong barunya itu yang masih terbalut handuk kecil. Ia elus gundukan besar dari luar, buat bocah sembilan belas tahun ini memejam, sembari menahan erangan.
“Keluarin aja, Mark, gak usah ditahan.”
“Mam—mnhhhh...”
“Iya sayang? Enak ya dielus-elus gini?”
Netra laki-laki muda itu terpejam, kepalanya mendongak ke atas, dengan mulut yang terbuka keluarkan geraman rendah, kedua tangannya meremat ujung handuk, menahan handuk kecil itu supaya tidak lepas dari pinggangnya.
Eca semakin mendekat, elusan halus pada gundukan selangkangan remajanya sudah berganti menjadi remasan. Ia genggam batang yang menyembul, kemudian meremas testisnya dengan telaten. Lalu bubuhkan kecupan basah di tengkuk leher Marki. Kecupan kecupan basah yang semakin lama menurun, menurun sampai pada puting si remaja, ia jilati benda kecil itu buat pria muda di hadapannya semakin terbang melayang.
Figur si cantik menarik tangan yang paling muda, buat handuk yang sedari tadi ditahan pakai tangannya kini merosot ke bawah, berlebur basah di bawah lantai yang licin. Tangan pria muda didaratkan tepat di atas teteknya yang sudah mengeras, pun minta diremas.
“Aaahhh sayaaangg jangan kenceng-kenceng remesnya... sak—mnhhh sakitt...”
Peduli setan sama rasa sakit, tangan bocah itu keburu gatel denger lengguhan Eca yang terlampau enak didengar, bikin nambah sange, bikin pengen terus menerus meremat keras gundukan nenen besar ini sampai si empunya mendesah tanpa ampun.
“Jago ya kamu...”
Mark diam-diam menahan senyum dibalik erangan rendah yang terus keluar dari mulutnya. Batang berurat yang semakin mengacung tegak itu diurut sama tangan lembut Eca, dikocok perlahan, hingga lubang pipisnya digelitik manja, dienakan begitu hebat.
Di bawah guyuran shower keduanya saling mencumbu, bergelut lidah, saling menyesap, dengan kedua tangan yang tak biarkan diam, terus bergerak buat sang lawan menerima gejolak nikmat dari tubuhnya. Eca tempelkan memeknya yang udah becek itu di salah satu paha Marki, kemudian ia gesekan penuh semangat.
“Gatel Mark.... memek mami gatel mnhhh~ “ Kurang. Eca merasa kurang kalau cuma digesekan di paha sekal remajanya ini. Maka sebelah kakinya diangkat di atas bahu Marki, kemudian menuntun tangan bocah itu untuk ngerjain memeknya yang udah becek total, mengeluarkan lendir lengketnya tanpa henti.
“Kobelin sayang, memek mami gatel banget...” Figur pria muda itu menurut, meraba vagina maminya, lalu menampar kencang sampai keluarkan bunyi nyaring yang terlampau becek.
“Mami kaya lacur,”
“Mami akan jadi lacur kamu hari ini.” Cup! Kecupan mendarat di bibir Mark.
“Eunghhh~ “ lengguhan itu lolos begitu Mark menekan keras klitoris Eca pakai jempolnya yang kasar. Kemudian dipetik pakai dua jarinya bak jari tebal itu memetik senar gitar miliknya. Digenjreng ke atas lalu ke bawah begitu terus sampai si empunya meracau keenakan.
“Aahh~ fuck! Iya sayang kucekin terus itil mamihhh...”
“Genjrengin terus memek mami sayang mnh~ aahh! Marki... iyah iyaa nghhhh...”
Laki-laki muda itu semakin semangat genjrengin memek becek Eca, saking beceknya sampai keluarkan bunyi clok clok clok sangat keras. Sebelah tangannya meremas gumpalan nenen besar yang menggantung, mencubit pentilnya yang sudah mengeras, kemudian dipelintir buat sang mami menggelinjang hebat menerima segala sentuhan dari berondong barunya itu.
“Shah ahhh Markii~~”
“Banjir banget memeknya mih.”
Perlahan jemari nakal itu masuk tanpa izin, merojok lubang memek banjir Mami Eca, lubangnya ngeces terus gak berhenti ngeluarin lendir lengket, mengotori tangan si remaja yang udah mulai ngocok lubang berlendir. Tubuhnya semakin merapat, sampai teteknya teegesek dada si remaja, buat putingnya makin menegang. Kedua tangannya bertaut, melingkar di leher jenjang Marki, ia hirup leher berondongnya yang mengeluarkan aroma sabun miliiknya bercampur aroma khas lelaki muda itu. Netranya memejam, kepalanya mendongak ke atas dengan mulut yang terbuka, lidahnya terjulur keluar, sampai dagunya basah terken tetesan liurnya sendiri.
“Mhhmh aahh~ sayang iyah- nghh aahh iya disana fuck Marki kamu jago banget ngobelin memek mamihh aahhhhh~~!!”
“Mark ahh mami mau pipis~!”
“Pipis aja Mami, pipis ditangan aku.”
Eca menjerit, tubuhnya bergetar hebat akhirnya memeknya ngocor, basahi tangan Marki yang masih rojokin lubangnya, gak peduli sama jeritan-jeritan mami yang makin kencang, pun meracau gak karuan.
“Mamii~ “ rengeknya lucu, ia dekati maminya yang terduduk di depan cermin, lagi moles mukanya sehabis mandi.
“Iya sayang?”
Dirangkul pundak Eca, remaja itu bubuhkan kecupan basah tepat di tengkuk leher sang mami, ia hirup aroma memabukan yang terkuar di tubuh molek, buat perempuan paruh baya itu memejam, tubuhnya meremang.
“Boleh gak...?”
“Hmmm nghh... boleh gak apa sayang?”
“Nenen hehe..”
Eca menarik bibirnya membentuk bulan sabit, lalu berdiri, meninggalkan meja rias mewahnya, ia berpindah ke atas tempat tidur. Tangan lentiknya melambai, memanggil berondong barunya yang masih mematung di depan cermin.
“Sini nenen, nenen yang puas ganteng, kenyot puting mami sampai kamu puas sampai kamu kenyang, ya?” kata mami, sembari menurunkan tali piyama tipis dari bahunya.
Begitu kedua tapi tipis jatuh, Marki langsung meremas gumpalan besar itu, selang gak lama mulutnya sudah tersumpal sama tetek montok si mami. Putingnya dikenyot bak lelaki muda itu bayi yang lagi nenen di ibunya. Sedang perempuan yang dipanggil mami itu melayani dengan baik, menerima segala perlakuan berondongnya, telapak tangannya mengusap lembut rambut Marki yang setengah basah.