“Kok kesini abang...?” tanya si gadis lugu, netranya menilisik sekitaran bingung. Ini bukan rumahnya, tapi kok ojeknya berhenti disini...??

“Lho, kan tadi bilang bayar ojeknya disepongin kamu, lagian di rumahmu kan ada Pak Johnny, jadi ya di rumah abang aja nyeponginnya.”

“Oooo... emang disini gak ada orang Ab— ih kok Echi ditinggal! ABANGGGG!!!”

Echi sebal, ia menyilangkan tangannya di dada, sembari berlari mengejar abang ojek yang masuk ke dalam huniannya.

Jadi papanya Echi hari ini di rumah, gak kerja, katanya sih lagi gak enak badan. Makanya yang jemput Echi tetap abang ojek langganan, tapi siapa sangka malah dibawa ke rumahnya cuma karena gadis lugu itu mengadu keahlian akan bakat barunya.

Marli merangkul pundak sempit sang gadis, membawa masuk ke dalam kamarnya.

“Yakin kamu udah jago?”

Echi menggangguk “Yakin!” jawabnya penuh semangat.

“Sini duduk.”

Figur lebih muda terduduk di atas tempat tidur posisi menyamping, sedang Marli berdiri di depannya, menatap netra bening si cantik yang begitu teduh.

“Buka mulutnya,”

Dan sang gadis patuh, ia membuka mulutnya.

“Julurin lidahnya-”

“Julurin lidah sambil buka mulutnya Cil...” remaja cantik itu membuka kembali belah bibirnya, dengan mempertahankan lidah untuk tetap terjulur keluar.

Marli angkat dagu runcing Echi, sampai bocah delapan belas tahun itu mendongak ke atas, mulutnya terbuka lebar, dengan lidah yang terjulur buat lelaki dewasa itu tersenyum senang. Kemudian dia memasukan satu jarinya ke dalam hangatnya mulut Echi.

“Diemut kaya kamu lagi ngemut permen.” Lagi-lagi si remaja patuh. Jari telunjuk Marli dimanjakan di dalam sana, layaknya jemari panjang nan tebal itu mengeluarkan rasa manis, Echi emut penuh semangat. Netra cantiknya menatap polos mata elang figur paling tua di hadapannya buat laki-laki itu menelan ludahnya.

Aduh bangsat mukanya nyangein banget!

Marli mengusap benang saliva gadis cantiknya yang netes melewati dagu, diusap pakai jempol sebelah tangan yang menganggur, lalu ibu jari bekas lelehan saliva Echi dimasukan ke dalam mulutnya, dalam sekali hisapan, kemudian dikelurkan lagi. Figur pria dewasa itu melesakan jemarinya lebih dalam sampai pada pangkal tenggorokan, Echi tersedak sampai terbatuk, kalau saja Marli gak cepat- cepat tarik jarinya keluar sudah dipastikan gadis lugu itu akan muntah.

“Ditahan sebentar Echi.”

“Abang maaf tapi Ech—”

“Katanya udah jago, baru pake jari aja gak becus.”

Echi menunduk, ia merasa bersalah, padahal dalam perjalanan pulangnya sudah memamerkan dengan bangga kalau ia sudah jago, bahkan mengiyakan bayar ongkos ojek pakai sepongan mulutnya. Tapi rupanya ia masih gagal.... tapi waktu sama tukang AC gak begini kok cara mainnya...

“Nungging sana.”

Takut-takut lelaki dewasa itu semakin geram, Echi dengan sigap memposisikan dirinya menungging, memunggungi Marli, sesuai perintah si tuan rumah.

Lalu tukang ojek itu ikut bergabung ke atas tempat tidur, sebelum menemui wajah sang gadis, tangan kasarnya menampar kencang bokong semok Echi sampai si empunya mengekik.

“Buka lagi mulutnya.” tegasnya ketika wajah mereka bertemu.

“Tahan ya.”

Remaja cantik itu mengangguk, lalu membuka belah bibirnya, mempersilahkan Marli untuk melesakan jarinya lagi. Kali ini pria itu memasukan dua jari sekaligus—telunjuk dan jari tengah, dia menekan lidah sang gadis dengan perlahan lahan sampai dua jemari panjangnya kenai pangkal “Tahan-” tegasnya.

Susah payah gadis lugu itu menahan supaya suara oek gak keluar lagi dari mulutnya, sampai netra cantiknya memerah, terdapat genangan air di bawah pelupuk mata tapi tak ia hiraukan, sampai buliran bening itu jatuh basahi salah satu pipinya yang sudah merah pedam. Ia mencoba menetralkan deru nafasnya yang memberat, lalu ia bersorak riang ketika melihat reaksi lelaki di depannya.

“Pinter.” senyumnya merekah, lalu usapan lembut menyapa dahi yang tertutup poni.

“Sekarang gerakin.” Lagi lagi gadis itu patuh, ia memaju mundurkan kepalanya, hingga tubuhnya ikut bergerak, bokong sintal bergoyang ke kanan kiri— menggoda abang tukang ojek langganan, kemudian netra cantiknya menatap tajam Marli, memberi kedipan maut, kemudian keluarkan seringai tipis di bibir basah bekas lelehan salivanya sendiri.

“Anjing! Bocah binal, diasah dikit langsung jadi lonte!”

Marli menyingkap rok sekolah yang masih melekat di tubuh Echi, memperlihatkan bokong sintalnya yang hanya terbalut celana dalam bergambar hello kitty, daging montok itu ditampar cukup keras sebanyak tiga kali, buat si empunya memekik kencang, bersamaan itu ia hentikan goyangan bokongnya.

Dua jemari di dalam mulut si gadis dikeluarkan, Marli buru-buru melepas celana, lalu memposisikan tubuh jangkungnya tepat di depan muka Echi, kakinya dibuat menekuk. Dua jemari basah bekas kuluman tadi dipakai untuk menarik dagu si cantik, bersamaan dengan itu ia melepaskan celana dalamnya, buat penisnya yang udah keras itu nampar pipi bocah binal yang masih dengan posisi menungging, mukanya memerah, pipinya basah kena cipratan cairan precum yang keluar dari kontol Marli.

“Abang ini mah muat, Echi pernah masukin yang lebih besar dari punya abang,”

“Kontol siapa yang lebih besar dan pernah disepongin kamu?”

“Punya Mas tukang A— mnhh Abmnghhh—!!” sebelum bocah itu menyelesaikan kalimatnya, mulutnya lebih dulu disumpal kontol ngaceng Marli, tukang ojek ini gak sabaran.

“Mmhh shhh aahh bangsat sempit banget mulutnya.”

Figur pria dewasa itu menyogrok kontolnya di dalam mulut sang gadis, pinggangnya bergerak maju mundur dengan tempo stabil, kedua tangannya mencengkram rambut si cantik, mulutnya gak berhenti meracau kata-kata tak senonoh— menyalurkan rasa nikmat yang dirasa.

Aduh bangsat mulut perawan sempit banget, anget banget. Marli rasanya mau gila, apalagi lihat ekspresi bocah itu.... makin gila! Buat kontolnya semakin keras. Ingetin Marli nanti, buat pejuin muka bocah binal ini.

“Bangsat Cil, jago banget ngenakin kontol- Anhh yaa kekep pake lidah kaya gitu shhh aahhh anjing fuck Echi aanghh—~!!”

Persekian detik Marli berubah kaya orang kesetanan, nyodok kontolnya semakin dalam, sampai rasanya mentok. Echi menahan paha Marli supaya lelaki itu gak dorong kontolnya lebih dalam lagi, sebab mulutnya saat ini pun sudah terasa begitu penuh. Tapi laki-laki itu acuh, ia terus dorong sampai mentok banget, kemudian didiamkan di dalam hangatnya mulut sang gadis, deepthroat cukup lama, Echi gak kuat, Echi gak belajar tentang permainan yang sedalem ini. Perempuan cantik itu mengerang, napasnya tersenggal, mukanya memerah dengan buliran bening yang ngalir di pipi, belum lagi sekitaran mulutnya berantakan salivanya bercampur precum Marli. Figur paling muda pukul perut tukang ojek berkali-kali, berharap dengan pukulan yang semakin keras abang ojek ini akan lepaskan kontolnya dari dalam sana. Tapi nihil....

“Anak orang bisa mati, goblok!” suara itu berbarengan tendangan yang kenai dahi Marli sampai pria itu terjungkal.

“Asu, Mard—”

“Mau bunuh anak orang lo, goblok?”

“Lho.... Mas Mardi kok disini?” tanya Echi bingung.

Marli lagi natap tajam kembarannya yang tiba-tiba ke dalam kamarnya, begitu Echi sebut nama Mardi, tubuhnya langsung berbalik— menatap muka si gadis dengan tanda tanya di kepalanya.

“Cil... kamu kenal Mardi?”

“Lho, Abang, Echi belajar nyepongnya sama Mas Mardi...”

“Anjing?!”

Marli berbalik badan menghadap laki-laki yang lahir lima menit lebih dulu, ia menaikan sebelah alis cemarnya, meminta penjelasan ucapan Echi, tapi pria lebih tua lima menit itu menaikan bahunya, acuh.

Bacot, ketimbang jelasin apa yang diminta Marli, Mardi malah nyerang bibir gadis lugu yang nampak begitu seksi dengan sekitaran mulut berantakan. “Mnhhh Mashh—”

“Bangsat Mardi!”

Persetan dengan isi otaknya yang penuh tanda tanya, Marli gak mau kalah. Dia dekap badan Echi dari belakang, lalu ciumi tengkuk leher si cantik, tangan besarnya merambat ke bawah ; meremas bokong sintal sang gadis, badannya nempel, gak ada jarak sesenti pun, sampai Echi bisa merasakan kontol keras abang ojeknya itu kenai punggungnya yang masih terlapis seragam sekolah. Remaja delapan belas tahun melengguh, menerima serangan bertubi-tubi dari dua laki-laki yang baru ia sadari kalau muka keduanya mirip, mirip sekali.

“Abanhh aahh—seben—eunghhh~! Mas, Echi mau tany—aaaahhhhh Abang...!!”

Keduanya seakan tuli, Marli maupun Mardi sibuk dengan kegiatan masing-masing. Yang lebih tua meremas nenen sang gadis dari luar seragam sekolah, cumbuan bibirnya yang bewarna merah kehitaman turun ke bawah, menyapa leher mulus, lalu memberi kecupan basah yang tak terhitung jumlahnya. Sampai pada dada besar si cantik, lelaki yang Echi ketahui sebagai tukang AC itu menghirup dalam aroma belahan tetek mengkalnya, sampai si empunya mendesis sembari mendongakan kepala, tubuhnya seakan tersetrum aliran listrik yang berbahaya.

Sedang lelaki yang Echi kenal sebagai ojek langgannya sudah beraksi jauh ; rok pendek si remaja disingkap ke atas, lalu celana dalamnya di geser kesamping, mempermudah tangan nakalnya menyapa kelamin becek si remaja. Jari panjang Marli menyusup masuk, mengelus memek tembam bocah delapan belas tahun itu yang sudah kacau, dalam beberapa detik saja pakaiannya sudah berjatuhan di bawah lantai, hanya menyisakan celana dalam, pun benda segitiga itu sudah berantakan di tempatnya.

Mardi remas-remas sebelah nenen Echi, sedang sebelahnya sudah masuk ke dalam mulutnya. Dijilatin putingnya, lalu dihisap selayaknya bayi yang haus akan asi. Figur paling muda meremat rambut Mardi, mendorong kepala lelaki itu, supaya nenennya terus disedot tanpa jeda, sebab disana terdapat rasa gatal yang mengganjal.

“Aahh! Sak— sakitt!!”

“Tolol, kobelin dulu pake jari, setan. Main masukin kontol aj—”

“Bacot! Gua udah gak tahan Mardi.”

Echi pening, sungguh pening ; pening denger keributan kedua laki-laki muka kembar ini, dan pening sama perlakuan keduanya yang garap tubuhnnya tanpa ampun.

“Anhh.... Ma- eunghhh~ Abang sakittt Abang memek Echi perih aahhh sakittt—!!”

Mardi sumpal mulut Echi pakai lidahnya, supaya gak berisik, sedang tangannya di bawah sana memilin puting keras sang gadis, dimainkan dengan telaten, berusaha mengalihkan rasa sakit kelaminnya yang lagi diobrak-abrik sama penis tebal bajingan Marli.

“Anjing lubang memeknya rapet banget padahal udah gue perawanin.”

“Mardi anjing gue yakin lo bakal ketagihan sampe gak mau udahan ngentotin bocil ini.”

“Banyak bacot banget, babi. Cepet kelarin gua juga pengen nyobain memek.”

“Sabar nyet.”

Sejujurnya Echi lemas, kakinya seperti menjadi jelly, gak mampu lagi untuk terus berdiri. Maka Marli mengangkat tubuh mungil itu, lalu menjatuhkan di atas tempat tidur, tepat di depan selangkangan Mardi yang memang sudah lebih dulu naik ke atas tempat tidur.

Abang tukang ojek berdiri di belakang, mengangkat sebalah kaki Echi lalu disampirkan di atas bahu, sebelah kakinya dibiarkan menjuntai.

“Jepit kontol Mas pake tetekmu, Dek.” pinta Mardi sembari memposisikan kontol tegangnya tepat di tengah-tengah belahan nenen mengkal Echi.

“Kaya gini Mas...” Ia angkat dua buah dadanya, dipersatukan ke tengah, supaya sesuai apa kata Mas Marli dijepit tetekmu.

“Iya sayang_ anhh! Enak Dek...”

Figur remaja cantik itu tersenyum puas, ekspresi lelaki yang keenakan benar-benar candu baginya. Echi suka sama ekspresi wajah laki-laki yang puas akan kerjanya. Echi suka sama reaksi itu.

Goyangan pinggul Mas Marli semakin kencang, Echi gak kalah kencang jepit kontol lelaki dewasa itu. Lidahnya sengaja ia keluarkan ketika penis besar berurat si tukang AC sekali-kali kenai mulutnya, tergesek dari dada, dagu, lalu nyumbul kenai bibir plumpy.

“Beneran lonte, ternyata.”

Marli yang dengar itu cuma terkekeh.

Chuu! chuu!! Marli meludah tepat di depan lubang memek Echi yang sudah becek cairannya sendiri. Jemari panjang mencolek cairan bening milik si remaja, kemudian jari panjang yang basah berlumur cairan lengket itu dijilat.

“Abangg itu kotor...!!”

direnggangkan pakai jarinya. Genggam kontolnya, lalu ditepuk-tepuk di atas memek tembam yang tertutup celana dalam bergambar hello kitty. Ditepuk-tepuk terus, sampai kain segitiga itu basah, rembes cairan memek Echi. Sebelah tangannya menahan bagian bawah celana dalam itu supaya bagian lubangnya yang udah nganga tetap terlihat dari pandangannya. Marli tekan kontolnya dari bawah, lalu digesek ke atas, menekan klitoris buat gadis itu mendesah keras.