Tukang kendang & Sinden
Dua minggu yang lalu Mark dapat panggilan untuk datang menggendang di acara pesta rakyat yang diadakan sama kepala desa tempatnya di desa sebelah.
Malam telah tiba, malam yang ia tunggu-tunggu, Mark tersenyum cerah. Diambilnya sebuah parfum, ia semprotkan wewangian itu ke titik tertentu ; seperti tengkuk leher, pergelangan tangan, serta dengkul kaki. Rambutnya disisir rapi—ke atas, supaya nanti tidak ganggu kegiatan menggendang di acara sana.
“Mas Marki! Ya ampun nggantenge.”
“Halah halah lambene..... nduk nduk, kok yo wes pinter ngalus! Pripun kabarmu, nduk?” Jawab Mark, sambil tarik helaian rambut wanita cantik yang duduk di depan cermin—nata rambut hendak dipasang sanggul.
Wanita itu bernama Lina, sinden lama yang udah kenal dekat sama Mark. Saking dekatnya Lina sudah dianggap adik sendiri sama Mark.
“Omong-omong mas udah tahu belum?
“Nopo Lin?”
“Katane nanti bakalan ada sinden baru! Mas ndak tahu?”
“Ndak. Mas ndak denger ada desas desus itu.”
“Wih mas, cah e ayu pol! Bodine mont—”
“Hush! Cangkemu kui lho!”
“Lho bener kok! Bodine montok, terusen susune sampe tump—”
“Wes mboh lah, Lin.”
Mupeng sendiri dengerin ocehan Lina, Mark gak sanggup lagi, dia memilih pergi ninggalin Lina yang masih ngoceh bak burung beo.
Persiapan sudah matang, Mark terduduk ngeleprak di atas panggung bersama rekan lain, tepat di hadapannya ada gendang yang siap untuk dipukul. Sedang di depan sana ada pembawa acara lagi nyapa para penonton yang bersorak ria menyoraki sambutan dari sang pembawa, mereka semua akan menyiksakikan persembahan yang sudah di siapkan oleh para sinden cantik, diringi alat musik serta tabuhan gendang sebagai penyempurna lagu.
Acara berjalan sempurna, sinden sinden bergantian menyanyi dan menari dengan logatnya, tabuhan suara gendang dari jemari lincah tukang gendang membuat alunan musik semakin menarik.
Mark mengintip dari tempatnya setelah satu nama asing terdengar di telinganya. “Chandra Widari” Mark kulum senyumnya, nama yang cantik mempunyai makna Bulan Bidadari seperti paras yang punya nama. Jalannya anggun, setelah sudah berasa di atas panggung Chandra menunduk sopan. “Kulo sinden baru,”