Qistiijyn

Sore hari di akhir pekan, ketika Mark tengah bersantai dihalaman rumah, ditemani secangkir kopi hitam, dan kepulan asap dari rokok yang terjepit diantara dua jemarinya.

Donghyuck hampiri suaminya. Ia berdiri di ambang pintu, mengelus pelan perut buncitnya, bersamaan dengan itu senyumnya merekah. Melihat lelakinya yang masih tak sadar atas kehadirannya, ia keluarkan suaranya dengan sangat halus.

“Mas...” Panggil si cantik perut buncit itu.

Dengan begitu figur lelaki bersandang suami mantan model cantik ini menengok ke arahnya, senyumnya merekah. Lelaki itu dengan sigap padamkan bara api rokok, kemudian hampiri si kesayangan.

“Iya, sayang. Adek udah makan?”

Donghyuck menggeleng lemah. “Masuk dulu yuk, udah mau gelap nih.” Mark rangkul pinggangnya, digiring masuk ke dalam kediamannya.

Tepat dimana hari kepulangan Johan, Caca menyambutnya dengan mempersembahkan tontonan menakjubkan, dimana ia tengah memompa kelamin beceknya menggunakan dildo berwarna ungu kesukaan suaminya.

Tante Caca

Malik segera keluar dari toilet sekolah, remaja delapan belas tahun itu akan langsung pulang ke rumah Om Johan. Mengenderai sepeda motornya ugal-ugalan— tak sabaran mau garap memek becek Tante Caca.

Sedang Caca di rumah sudah ngangkang lebar, memperlihatkan memek merekah yang udah becek, satu tangannya sibuk elus-elus memek, sebelahnya menggenggam erat ponselnya menampilkan foto penis Malik yang ponakannya itu kirim. Rasanya semakin gatal saja memeknya, Caca tak tahan, ia mencari benda yang sekiranya bisa dimasukan ke dalam lubang kelaminnya untuk menggaruk rasa gatal yang semakin menguar di dalam sana.

Timun! Hanya itu yang ada di otaknya. Maka, submissive hamil besar itu bangkit dari ranjang menuju dapur, untuk mengambil sebuah timun di dalam kulkas yang akan ia gunakan pengganti kontol.

Setelah menggenggam timun berukuran sedang, Caca tak berniat kembali ke kamarnya, jadi istri dari Johan itu melebarkan kaki di depan kulkas yang masih terbuka, mengangkang lebar, tubuhnya polos tanpa ada sehelai kainpun disana. Ia melamoti timun ukuran sedang dengan tatapan penuh napsu, tubuhnya semakin memanas, menciptakan keringat sebiji jagung di pelipisnya. Bersamaan aktifitas yang wanita hamil itu lakukan, tak lupa meremas gundukan nenen montoknya.

Ketika dirasa timunnya sudah cukup basah nan licin, Caca arahkan timun ke bawah, tepat di depan kelaminnya yang becek. Ia gesek ujung timun yang basah ke kelentit yang membengkak, digesek ke kanan dan ke kiri sampai tubuhnya berjengit, seakan gelombang listrik mengalir di tubuhnya.

Chuu!

Caca meludah di atas ketimun, lalu membaur air liurnya di badan timun sampai merata. Namun, ia merasa itu kurang basah, lalu jemari lentik mencolek lendir memeknya, kemudian menyatukan cairan itu sama liur di atas badan timun.

Dilebarkan lagi kedua kaki, sebelum akhirnya sebuah timun berukuran sedang itu berhasil masuk ke dalam lubangnya.

“Aahh....”

Figur cantik berusia 28 tahun menggigit bibir bawah, merasakan timun itu masuk sempurna ke dalam lubangnya. Padahal baru setengah yang masuk.... Caca pejamkan netra, lalu mendorong kembali ketimun itu, tenggelam sampai titik terdalam. Menciptakan rasa nikmat, sebab buah itu berhasil menggaruk dinding memek yang terasa gatal.

“Eumnh— Malik...”

Kepala mengadah ke atas, memperlihatkan leher jenjang yang basah peluh keringat bercucuran. Gengganggan pada timun mengerat, memaju mundurkan buah itu semakin kencang, sampai mengeluarkan suara percikan cukup keras yang bersahutan sama desahan-desahannya mengisi ruang dapur yang sepi.

Sebelah tangan memijat salah satu tetek, membayangkan tangan itu tangan ponakan tampannya yang dari semalam bersarang di dalam kepalanya. Caca cubit, pelintir putingnya, kemudian ditarik sampai tak sadar asinya keluar, mengucur membasahi sekitaran dada turun sampai ke perut buncitnya.

Usia kandungan memasuki enam bulan memang lagi birahi-birahinya, Caca tahu akan hal itu, sebab dokter sudah memberitahu lebih dulu. Makanya Akhir-akhir ini ia merasakan tubuhnya bereaksi lebih cepat, sange tak tahu waktu dan tempat.... ya seperti sekarang ini, suaminya lagi gak ada, tapi rasa gatel di memeknya tak bisa ditahan.

“Caca anjing lu beneran lacur banget ya!”

Suara itu... buat Caca menghentikan aktivitas cabulnya— ia membeku sebentar, sampai akhirnya ia buka kembali netranya, lalu melonggok ke belakang. Ia menekukan Malik disana... ponakan tampannya.... yang punya penis seksi itu.... yang buat Caca jadi napsu sampai tolol begini. Laki-laki itu berdiri di ambang pintu, terlihat begitu gagah di mata Caca. Penampilannya sedikit kacau, tapi mampu membuat lubang memeknya semakin gatal.

Malik sudah menurunkan resleting celana, memperlihatkan celana dalam yang membungkus penis tegangnya.

“Malik nghh~ bantuin tante...”

Tanpa menunggu lama, remaja delapan belas tahun itu hampiri tantenya yang lagi asyik sama permainan tangannya sendiri.

Malik tendang pintu kulkas sampai tertutup, lalu memposisikan tubuhnya di depan sang tante terduduk di lantai dengan kedua kaki terbuka lebar.

Figur paling muda melepas semua busana. netranya menelisik seluruh tubuh Tante Caca dari atas....turun ke dada..... turun lagi ke perut. Terakhir turun ke memeknya yang sangat berantakan dengan sebuah timun yang masih tertanam lubang beceknya.

“Tan, anjing! Pake timun?!” tanya Malik dengan tatapan horor.

Caca menatap mata Malik sedikit berkaca, lalu mengangguk melas, buat figur muda itu melunak.

“Astaga.... lacur banget bininya Johan.”

Malik tarik paksa timun ukuran sedang itu keluar dari lubang becek Caca. “Gak usah pake timun, pake kontol Malik aja.” katanya tegas.

Caca tak tinggal diam, ia langsung menyambar penis sang ponakan. Meremat batang keras itu dengan jemari, lalu mengusak halus lubang pipisnya sampai Malik menggeram pelan.

Tangan Malik sedikit bergetar saat menarik dagu sang tante, mengusap pelan bibir tebal berwarna merah dan juga basah, lalu menautkan dengan bibir tipisnya. Ciuman penuh gairah, membawa suasana semakin memanas.

Caca mengikuti arah permainan Malik, mengimbangi ciuman panas yang membuatnya semakin kehilangan akal sehatnya. Tangan mengocok kontol Malik semakin kencang, buat si empunya merapatkan mata, pinggangnya bergetar dibawah kendali sang tante.

Malik melepas tautan, mendorong tubuh sang tante yang masih enggan melepaskan bibirnya dari ciuman yang basah, penuh gairah.

“Shh~ Ahh! Tan... “

Caca memandangnya dengan senyum. Tanpa aba-aba ia mendorong kepala remaja itu mendekat ke teteknya. “Isepin puting tante, ganteng....”

Bukannya mengikuti perintah figur paling tua, Malik malah mendorong pelan sang tante sampai tubuh itu terlentang di atas lantai dekat kaki meja. Kalau saja tadi pria itu tak hati-hati sudah dipastikan kepala Caca terbentur di bawah benda kayu itu.

Caca terkekeh memeperhatikan Malik yang melangkahkan kaki diantara himpitan tubuhnya, berhenti tepat di depan dada. Figur paling muda meraup dua belah tetek tante cantik, hampir duduk di atas perut sampai si empunya panik. “Hati-hati ada bayi.” tegur Caca.

Remaja itu mengangguk, memposisikan tubuhnya dengan hati-hati. Menempatkan penis kerasnya pada belahan nenen Tante Caca, lalu menjepit pakai tetek besar itu.

“Diajarin siapa sih kaya gini?” tanya Caca. Telapaknya menyibak poni Malik, lalu menyentil dahinya pelan. “Masih kecil udah jago.”

Malik tak menggubris pertanyaan tantenya, figur lelaki itu menggerakan pinggulnya— maju mundur dengan teratur. Menjepit diantara tetek besar Tante Caca. Tubuhnya terlonjak di atas dada figur paling tua, sedang si empunya mengelus perut sembari dalam hati meminta izin pada anak dalam kandungannya.

Caca merasakan air susunya keluar semakin deras, membanjiri penis Malik yang masih terhimpit. Segera ia membantu ponakannya merapatkan daging kenyal itu, buat Malik semakin menggila, merasakan kontolnya tergesek semakin dalam nan sempit. Lelaki itu menggenjot kontolnya semakin kencang, menciptakan suara becek antara air susu Caca dan precum yang keluar dari penisnya menggema diseluruh ruangan.

Malik terlihat keenakan dengan kepala yang mendongak, bibir terbuka mengeluarkan geraman rendah membuat Caca kembali terangsang. Matanya tak lepas dari wajah cantik sang tante, tampak si cantik itu menanti keluarnya mani dari penis Malik ; mulutnya terbuka dengan lidah terjulur keluar, siap menerima semburan laki-laki lebih muda.

Malik mempercepat gerakan pinggulnya, memompa kontol tegangnya, mengejar pelepasan yang hampir sampai. Bola matanya memutar ke belakang, kepalanya mendongak semakin ke atas memamerkan jakun yang meninjol, tubuhnya bergetar hebat, selang beberapa saat klimaksnya datang. “Tan— aahh! Aku kel— eungh! Tante Malik crot di mulut tantehh... aaahhh....”

Caca menikmati semburan mani Malik di dalam mulutnya, sampai sela bibirnya yang belepotan terkena cairan itu ia jilat, membersihkan sampai tak tersisa, dan menelannya tanpa malu.

Tak memperdulikan kondisi figur paling muda, Caca mengubah posisinya— dari bawah, sekarang ia lah yang berada di atas. Menduduki paha Malik, menyapa paha kurus itu dengan gesekan pelan labia memeknya.

Ia angkat sedikit tubuhnya, melebarkan pantat, lalu mengenggam penis Malik yang kembali mengeras. Dikocok sebentar, sebelum akhirnya kontol tegang itu dimasukan ke dalam lubang becek Caca.

“Aahh! Fuck! Caca!” remaja itu kembali menggeram, pasalnya tubuhnya masih sangat sensitif pasca pelepasannya tadi.

Namum figur si cantik itu tak peduli sama suara Malik. Perlahan ia menurunkan bokongnya, buat penis panjang itu melesak semakin dalam.

“Kamu diem aja, tante yang mimpin.” tutur Caca, kemudian mulai menggoyangkan pantatnya.

Malik secara otomatis memposisikan dua tangannya di pinggang Caca, mencengkram erat pinggang mulus itu. Netranya menatap wajah sang tante, Caca yang merasa ditatap ganas, ia tatap balik mata Malik. Menatap dengan tatapan erotis, bola matanya berkabut penuh napsu.

Bersamaan itu goyangan bokongnya semakin kencang, ngulek kontol Malik di dalam memek yang becek, sampai remaja itu tak tahan menahan geraman-geraman rendah keluar dari mulutnya.

Plak!

Plak!

Plak!

Suara benturan kulit bertemu kulit berbaur bersamaan desahan keduanya yang tenggelam dalam kenikmatan masing-masing.

“Aahhh~ Malik... nghhh eunghh~! Lebih dalem lagi sayanghh....”

Malik meremat bokong Tante Caca, pinggulnya ikut bergerak, lawan arah sama goyangan bokong Caca, menggenjot kontolnya di dalam banjirnya lubang memek wanita hamil itu.

“Tante kaya lonte murahan tau gak?!”

Caca ngangguk tolol, dibilang murahan malah semakin gatel memeknya.

“Istrinya Johan enak banget memeknya— sshhh~ aahh! Bangsat jago banget ngulek kontol.”

Plak Malik menampar bokong semok itu sampai membal pun meninggalkan bercak merah. Caca memekik, wanita itu mengigit bibirnya, matanya menatap bola mata sang ponakan, menyalurkan api gairah yang membara, membuat suasana semakin memanas nan bertambah intim.

“Enakan kontol Malik apa Om Joh—”

Tiba-tiba ponsel milik remaja itu berdering, memotong pertanyaan Malik.

Malik menggapai celananya yang tak jauh dari jangkauan, lalu mengambil ponselnya yang masih berdering.

Mata mereka kembali bertemu saat mengetahui nama Johan yang terdapat dilayar ponsel Malik. Caca menggeleng, melarang figur muda itu menangkat panggilan suaminya. Tapi ini Malik, remaja delapan belas tahun yang tak suka diatur.

“Halo Om...”

“Malik kamu dimana? Tau gak Caca kemana? Kok dihubungin susah ya?”

Caca membelakak, menatap tajam mata Malik, yang ditanggapi kekehan sama remaja itu.

“Aku dirumah Om, Tante Caca mungkin lagi mandi?” jawab Malik, diakhiri kekehan ringan.

“Coba kamu samperin ke kamarnya, Lik. Om khawatir dia kenapa-kenapa.”

Caca kembali menggeleng, bibirnya digigit kuat menahan desahan supaya tak lolos, sebab remaja nakal itu menggenjot kontolnya lagi, merojok lubang memek Caca yang masih begitu becek.

“Tan, ini Om Johan mau ngomong....”

Figur paling tua melebarkan bola matanya. Panik mah ada.... ya siapa yang gak panik, lagi ngentot sama ponakan malah ditelepon suami?!

“Haloo say— ngh...”

Brengsek. Malik memutar posisinya, tanpa melepas tautan penisnya. Menidurkan Tante Caca di atas ubin yang dingin, lalu melebarkan dua kaki mulus itu sampai lubangnya terlihat.

“Halo sayang? Caca? Kamu kenapa?”

Caca membekap mulutnya, saat Malik kembali merojok lubang memeknya. Menggenjot kencang lubang merekah itu, menciptakan suara decakan amat keras. Dua jarinya bergerak menggesek kelentit sang tante yang membengkak, bikin Caca kalang kabut, sulit untuk mengendalikan suara.

“Caca?”

Aduh! Brengsek, Malik!

“Kok diem aja sih, Tan. Itu Om Johan.” Malik terkekeh tanpa suara. Meledek Caca yang masih enggan melepaskan bekapan tangan di mulutnya.

“Kamu kurang ajar! Caca tunjuk Malik, mengumpat tanpa suara.

Sedang si empunya lagi-lagi terkekeh, sembari melepas jemari panjang dari permainan nakalnya. Lalu tak lama, memelankan genjotan, membiarkan Tante Caca ngobrol sebentar sama suaminya.

Huh! Ia membuang napasnya lega setelah membuka bekapan tangan di mulutnya.

“Iya Mas?”

“Kamu kenapa, sayang, cantik, manis... kesayangan mas kenapa?”

“Aku gak kenapa-kenapa kok, aku abis mandi ketiduran mas.”

Malik tak bisa membiarkan pasangan tante dan omnya berinteraksi online dengan tenang. Tangan yang tadi menggesekan kelentit, kini berpindah ke atas— ke dada, lebih tepatnya ke puting mencuat Caca.

Figur paling muda itu memainkan puting tegang sang tante, mencubit, lalu memilinnya sampai tetesan air susunya keluar. Lidahnya terjulur mendekat, menjilat tetesan air susu Caca yang mengalir pada perutnya.

Figur si cantik itu masih mengobrol sama suaminya tepapi ia tak tenang. Ia mengerang dan menjauhkan ponselnya ketika rasa nikmat lagi lagi menjalar di tubuhnya.

“Iya mas, aku gak lupa min— nghh....ahh! Ih nyamuk, nakal!”

Malik tekekeh pelan. Nyamuk? Nyamuk katanya....?

Malik menjilat air susu di perut Tante Caca, kemudian membawa lidah itu ke atas, mengikuti jejak lelehan air susu milik sang tante sampai ke putingnya, lalu dikulum rakus, menyedot asi bak bayi buat Caca berjengit hebat. Dengan cepat ia bungkam lagi mulutnya, yang hampir teriak.

“Udah Mas, nanti lagi ya? Aku ngantuk banget.”

Tut! Panggilan telepon terputus secara sepihak.

“Malik!”

“Iya tante cantik... enak ya disedot nyamuk gede sambil ngobrol sama suaminya....”

“Kamu tuh, nakal banget.”

“Hehe sorry tan...”

“Tante capek, sakit badannya, ayo pindah ke kamar.”

Malik menurut saja, toh dari pada berhenti sampai disini.

.

.

.

Figur laki-laki delapan belas tahun itu terduduk di atas ranjang, kepalanya bersandar nyaman di atas headboard dengan kaki terbuka, di atasnya ada Tante Caca yang lagi melonjak-lonjak menggaruk lubang memek pakai kontol panjang Malik.

Rambut panjangnya terurai, terlihat acak-acakan. Nenennya berguncang mengikuti gerakan si empunya. Wajahnya penuh peluh, pun tubuhnya tak kalah basah— keringat bercampur air susu yang tadi ngucur keluar basahi tubuhnya. Malik menikmati bagaimana kontolnya diulek, diremat sama lubang kawin wanita perut buncit itu, sekali-kali membantu menggerakan pinggulnya, mendorong semakin dalam sampai sang tante menjerit nikmat saat titiknya tersentuh urat kontol Malik.

“Aahhh~ Malik tante mau keluar nghhh aaahhh!”

Malik mengeratkan tubuhnya, melesakan kontolnya pada lubang becek Caca sampai titik terdalam, lalu ikut andil bergerak, menggenjot berbeda arah sama goyangan bokong sang tante.

Caca mengejar pelepasannya yang hampir sampai, tubuhnya terlonjak kencang di atas tubuh Malik, sampai perutnya ikut berguncang hebat. Tak butuh waktu lama, Caca akhirnya keluar, menyemburkan cairan beningnya di atas kontol Malik yang masih tertanam di dalam lubangnya.

Tubuhnya ambruk di samping Malik yang lagi ngocok kontolnya, remaja itu mengarahkan palkonnya di atas perut Caca, lalu menyemprotkan peju di atas kulit halus istri Johan.

Untuk beberapa saat hening, keduanya menikmati sesi setelah seks hebat yang penuh gairah. Masing-masing masih menetralkan napasnya yang masih memburu. Selang beberapa saat, Malik memecah kehingan dengan suara gusakan seprei gerak-gerik Malik yang bergerak memeluk tubuh Caca dari samping.

“Tante makasih ya, tadi enak banget, aku keluar dua kali.”

Caca mengangguk, lalu memejamkan mata, membiarkan remaja itu memeluk tubuhnya, dan membawanya masuk ikut ke alam mimpi.

Tante Caca

Malik segera keluar dari toilet sekolah, remaja delapan belas tahun itu akan langsung pulang ke rumah Om Johan. Mengenderai sepeda motornya ugal-ugalan— tak sabaran mau garap memek becek Tante Caca.

Sedang Caca di rumah sudah ngangkang lebar, memperlihatkan memek merekah yang udah becek, satu tangannya sibuk elus-elus memek, lalu sebelahnya menggenggam erat ponselnya yang menampilkan foto penis Malik yang ponakannya itu kirim. Rasanya semakin gatal saja memeknya, Caca tak tahan, ia mencari benda yang sekiranya bisa dimasukan ke dalam lubang memek, untuk menggaruk rasa gatal yang semakin menguar di dalam sana.

Timun! Hanya itu yang ada di otaknya. Maka, wanita hamil besar itu bangkit dari ranjangnya menuju dapur, untuk mengambil sebuah timun di dalam kulkas yang akan ia gunakan pengganti kontol.

Setelah menggenggam sebuah timun berukuran sedang, Caca tak berniat kembali ke kamarnya, jadi istri dari Johan itu melebarkan kaki di depan kulkas yang masih terbuka, melamoti timun ukuran sedang itu sampai terasa begitu basah, lalu perlahan ia masukan ke dalam lubang memek beceknya.

“Aahh~!”

Caca menggigit bibir bawahnya, ia merasakan sensasi dingin yang menguar, berbaur bersamaan rasa sedikit ngilu di sekitar dinding lubangnya.

“Eumnh— Malik...”

Ia genggam sebelah nenennya, membayangkan tangan itu tangan ponakan yang sedari semalam bersarang di dalam kepalanya. Caca cubit, nan pelintir putingnya sampai tak sadar asinya ngucur membasahi sekitar dada turun ke perutnya yang buncit.

Usia kandungan memasuki enam bulan memang lagi birahi-birahinya, Caca tahu akan hal itu. Makanya Akhir-akhir ini Caca merasakan tubuhnya bereaksi lebih cepat, sange tak tahu waktu dan tempat.... ya seperti sekarang ini, suaminya lagi gak ada, tapi rasa gatel di memeknya tak bisa ditahan.

“Caca anjing lu beneran lacur banget ya!”

Caca segera melonggok ke belakang, ada Malik disana... terlihat sedikit kacau. Remaja itu sudah menurunkan resleting celana, memperlihatkan celana dalam yang membungkus penis tegangnya.

“Malik aahh~ bantu tante, Mal...”

Tante Caca

Malik segera keluar dari toilet sekolah, remaja delapan belas tahun itu akan langsung pulang ke rumah Om Johan. Mengenderai sepeda motornya ugal-ugalan— tak sabaran mau garap memek becek Tante Caca.

Sedang Caca di rumah sudah ngangkang lebar, memperlihatkan memek merekah yang udah becek, satu tangannya sibuk elus-elus memek, lalu sebelahnya menggenggam erat ponselnya yang menampilkan foto penis Malik yang ponakannya itu kirim. Rasanya semakin gatal saja memeknya, Caca tak tahan, ia mencari benda yang sekiranya bisa dimasukan ke dalam lubang kelaminnya.

Timun! Hanya itu yang ada di otaknya. Maka, wanita hamil besar itu bangkit dari ranjangnya menuju dapur, untuk mengambil sebuah timun di dalam kulkas yang akan ia gunakan pengganti kontol.

Setelah menggenggam sebuah timun berukuran sedang, Caca tak berniat kembali ke kamarnya, jadi istri dari Johan itu melebarkan kaki di depan kulkas yang masih terbuka, melamoti timun ukuran sedang itu sampai terasa begitu basah, lalu perlahan ia masukan ke dalam lubang memek beceknya.

“Aahh~!”

Caca menggigit bibir bawahnya, ia merasakan sensasi dingin yang menguar, berbaur bersamaan rasa sedikit ngilu di sekitar dinding lubangnya.

“Eumnh— Malik...”

Ia genggam sebelah nenennya, membayangkan tangan itu tangan ponakan yang sedari semalam bersarang di dalam kepalanya. Caca cubit, nan pelintir putingnya sampai tak sadar asinya ngucur membasahi sekitar dada turun ke perutnya yang buncit.

Usia kandungan memasuki enam bulan memang lagi birahi-birahinya, Caca tahu akan hal itu. Makanya Akhir-akhir ini Caca merasakan tubuhnya bereaksi lebih cepat, sange tak tahu waktu dan tempat.... ya seperti sekarang ini, suaminya lagi gak ada, tapi rasa gatel di memeknya tak bisa ditahan.

“Caca anjing lu beneran lacur banget ya!”

Caca

teman adalah maut pt2

“Her, aku ada arisan malam ini, kamu ditinggal di rumah sendirian gapapa kan?”

Hera yang lagi berkutat sama alat masak mengangguk. “Iya gapapa, Lir.”

“Ohiya, suamiku juga bentar lagi sampe kok. Katanya lagi jalan pulang. Aku nitip Mas Marki ya Her, nanti tolong disiapin makan malamnya, makasih.” ucap Lira diakhiri sama tepukan pelan di bahu Hera, yang dijawab acungkan jempol sama wanita itu.

Hera menyunggingkan senyum lebar begitu temannya benar-benar pergi meninggalkan rumah. Ia buru-buru melepas seluruh pakaiannya, lalu memasang kembali apronnya. Selembar apron itu menjadi satu-satunya kain yang menutupi tubuh telanjangnya. “Siap Lir, suamimu aman sama aku.” begitu ucapnya diakhiri tawa meriah.

Setelah semua masakannya matang, Hera menyajikan di atas meja makan, menyusun satu persatu dengan telaten sampai tiba-tiba ada sepasang tangan besar meremas bokongnya yang tak tertutup kain.

Plak! Plak! Dua tamparan mendarat di atas bokong semoknya.

“Nakal ya kamu, masak di dapur rumah orang gak pakai apa-apa.”

Tanpa membalikan badan pun Hera sudah tahu siapa pemilik tangan nakal yang meremas bokong sintal kebanggannya.

“Nghhh~ ih Mas Marki! Gak pakai apa-apa gimana? Ini lho aku pakai apron, Mas!” wajahnya melonggok ke samping, lalu simpulkan senyum miring.

Marki jatuhkan tas kerja, lalu menggulung lengan kemeja putihnya. Kemudian melepas tali apron yang melingkar di pinggang mulus Hera. Dia naikan satu kaki si cantik ke atas meja. Kedua telapak tangan besar itu mendorong bokong semok Hera supaya lebih dekat sama meja, sampai memek tembam sang gadis yang masih kering menempel sama meja kayu di depannya hanya saja terhalang selembar apron yang ia pakai.

“Gesek memek lacur kamu di meja ini, sayang.”

“Ughh— Mas Marki...” tak perlu waktu lama, Hera langsung menuruti perintah tuan rumah.

Ia menggerakkan pinggulnya, menggesek memeknya ke ujung meja. Wajahnya melonggok ke belakang, menatap telak mata elang si tuan rumah, lelaki itu memberi anggukan dan tersenyum bangga. “Iya gitu cantik, pinter. Ayo gesek lagi sampai memek tembem kamu itu banjir lendir.”

Sebelah tangan Mas Marki masuk ke dalam apron, meremas nenen besar yang menggantung bebas tanpa adanya bra. Tubuhnya semakin mendekat, merapat ke bokong semok yang lebih muda, sampai terasa penisnya yang masih lemas lalu lama kelamaan mulai mengeras, dan menyenggol daging montok di hadapannya.

Figur paling tua mencengkram pinggang ramping paling muda, lalu membantu menggerakan— menggesekan memek becek sang gadis pada ujung meja, bersamaan dengan itu suami dari Lira menggesek kontolnya ke pantat semok si centil yang sudah mengeras sempurna namun masih terbungkus celana bahannya.

“Eunghhh~ Maas— Mas Marki....”

“Iya, sayang... udah basah ya memeknya?”

Si submissive mengangguk semangat. “Uda— aaahhh~ udah Mas....” wajahnya mendongak ke atas, netranya merem melek keenakan. Pinggulnya bergerak semakin liar, menggaruk itil yang sudah membengkak, yang rasanya semakin lama semakin bertambah gatal.

“Memek lacurnya gatel, hmm?”

“Nghh heengh~ iyaah gatel Mas aaahhh~! Gatell memek Hera gatel...”

“Garukin lebih kenceng lagi sayang.” Marki tak jauh berbeda. Lelaki itu semakin membenamkan selangkangannya ke bokong sintal Hera, menggesek kian kencang kontol besarnya disana.

Wajahnya mendekat ke belakang leher si cantik, lalu lidahnya terjulur keluar menjilati belakang leher wanita yang sudah kehilangan akal sehat itu.

Sungguh Hera menggila, ia menggesek memeknya sangat kencang, rasanya sangat gatal, terutama bagian klitorisnya. Disana terdapat rasa gatal luar biasa, buat wanita itu menggesek memeknya semakian bak kesetanan. Pun lubangnya kedutan, minta diisi kontol besar.

Figur si cantik itu tak sabaran, ia menyingkap apron bagian depan ke atas, buat memek beceknya bersentuhan langsung sama ujung meja. Sebelah tangan lentiknya turun ke bawah, menyapa kelaminnya yang udah banjir lendir. Ia elus bibir memeknya yang super basah, kemudian dua jarinya membuka labia, mempermudah klitorisnya gesekan langsung sama ujung meja. Hera semakin gencar menggesek itil bengkaknya di ujung meja kayu yang kini sudah basah terkena lendir memeknya, padahal di atas meja terisi makanan yang telah ia masak.

Sedang lelaki di belakangnya meraih tali apron yang melingkar di leher Hera. Dia tarik sampai terlepas, hingga apron tipis itu jatuh ke bawah. Telapak besar sang dominan semakin gencar meremas nenen besar si semok, mencubiti putingnya lalu menariknya sampai si empunya mengaduh keras. Sebelah tangan yang menganggur menurunkan resleting celana, lalu mengeluarkan kontolnya lewat celah resleting, selang gak lama Marki melesakan palkonnya ke belahan bokong montok Hera.

“Aaahh Mas Marki aku mau keluarr...”

“Keluarin sayang, ayo Mas bantu dari belakang.”

Kedua tangan Marki mencengkram pinggang Hera, ikut membantu menggerakkan pinggul kurus itu supaya memek becek si submissive tergaruk semakin kencang pada ujung meja yang sudah basah total kena lendir memeknya yang gak berhenti ngocor.

“Euumnhh~ Mas Markiii shhh ahh ahhh keluar keluar aku mau kelua— AAAHHHH..!!”

Tubuhnya bergetar hebat, cairan kental mengalir bersamaan cairan bening yang menyembur deras membasahi meja sampai masuk ke dalam mangkuk berisi masakan yang wanita itu masak.

Marki terkekeh melihat air mancur yang menyembur begitu deras.

“Yaaah.... bau memek kamu makanannya, Ra.”

Sedang gadis itu panik. “Mas Marki maaf... nanti aku masakin yang bar—”

“Gak usah, Mas makan memek kamu aja sini.”

Marki angkat tubuh polos itu, lalu dinaikan ke atas meja. Bersanding sama makanan yang wanita itu masak, pun Hera sembur pakai cairan dari memeknya.

“Mas aduh... aww aaahh Mas jangan sshhhh mnghhh~ anjing! Mas Marki!”

“Memekmu lebih menggoda dari masakanmu, Ra.”

“Nghhh~ Mass....”

Hera kewalahan. Gimana tidak, belum ada satu menit memeknya squirting deras sehabis ia garuk pada ujung meja. Sekarang memek beceknya sudah disantap sama mulut sang tuan rumah dengan sangat rakus.

Lelaki itu menempatkan tubuh jangkungnya di tengah, diantara kedua kaki Hera yang mengangkang lebar, celananya entah sudah kemana. Mulutnya bergerak liar ngokop memek sang tamu bak tak pernah menyantap memek merekah wanita itu. Padahal setelah kejadian ngentot di dapur dan hampir ketahuan istrinya, pria ini lebih sering tidur di kamar tamu sama Hera dari pada sama istrinya. Berdalih tak pulang karena banyak kerjaan yang harus diselesaikan di kantor, padahal menghabiskan malam panas bersama teman dari istrinya. Sering diam-diam mencuri kesempatan ketika Lira sedang mandi, ataupun keluar sama temannya yang lain, Marki tak pernah melewatkan kesempatan menyantap memek legit yang kini menjadi candu baginya.

“Slurpp— mnhhh wangi terus memekmu, Ra. Bikin Mas selalu terbayang terus sama memek legit kamu ini.”

“Mas Marki anghhhahh~ udah Mas udah memekk aku aaahhh....”

“Iya sayang? Memekmu kenap— aaahhh enak banget memeknya.”

“Udah Mas udaa— eumnghhh~ Mas Marki aaahh udaahh...!!”

“Udah udah tapi ini lubang lacurmu cengap cengap gini, Ra. Gak sabar ya dijejelin kontol gede? Hmm gak sabar memeknya diisi kontol keker punya, Mas? Apa mau dijeblosin sekarang?”

Betulan gila, sepertinya suami Lira ini telah dibutakan sama memek tembem Hera.

Marki mengocok kontolnya di depan selangkangan Hera, lalu menarik tubuh telanjang si cantik sampai memek becek itu tabrakan sama kontol kerasnya.

“Aahhh~ Mas Marki...!!”

“Mas masukin ya sayang?”

Kontol besar berurat adalah kunci untuk menaklukan Hera.

Cuh!

Marki meludah di atas perut gadis desa itu, lalu menarik ludahnya ke depan memeknya. Mengaduknya bersamaan sama lendir lengket yang keluar dari memek tembam itu.

Fuck! Memekmu masih sempit aja, Ra. Padahal udah Mas entot hampir tiap hari.”

“Aahhhh! Mas Marki...”

“Mas kucekin ya?” Tanpa menunggu jawaban, lelaki itu sudah bergerak mengucek memek merekah si cantik, mencubit itil merah merekah sampai si empunya menjerit keras.

Dibelai gelemabir memek legit itu, lalu dilebarkan sampai terlihat lubangnya yang berkedut kencang.

Dicolok-colok lubang memek basah itu pakai dua jari panjang Mas Marki sampai keluarkan bunyi clok clok clok amat keras, suara kocokan itu bersahutan sama desahan Hera yang tak kalah nyaring.
Bersamaan dua jari ngocok lubangnya, jempol Marki menekan kelentitnya, lalu dikucek sampai benda kecil itu semakin membengkak dan memerah.

“Becek banget Ra, memek lonte emang gampang bocor, ya?”

Hera ngangguk tolol. Emang beneran lonte, lontenya Mas Marki. Lonte simpenan suami temannya sendiri.

Sang tuan rumah genggam kontol besarnya, lalu digunakan buat nampar namparin memek tembam di depannya. “Liat nih, ditamparin kontol langsung cengap cangap lubangmu, Ra.”

“Masukin— aaahhh~ Masukin kontol Mas Marki.”

“Perek banyak mau! Disumpel pake jari kurang ya? Kurang puas, iya?”

Tak ada jawaban lain selain mengangguk semangat, Hera butuh kontol buat muasin memek lacurnya.

Lantas pria dominan itu menarik dua jarinya, dan masukin kontolnya yang udah keras ke lubang memek becek lendir itu.

“Aaahh~! Enak... kontolnya enaa— eunghhh~~ Mas Marki...!”

Marki makin erat ngungkung Hera, dua tangannya yang nganggur dipakai buat remesin nenen mengkal kesukaannya. Dipelintir pentilnya, lalu ditampar sampai memerah.

Sedang figur sang gadis sudah sangat berantakan. Wajahnya memerah, dagunya basah, mulutnya nganga keluarkan desah nyaring mengisi kekosongan dapur mewah itu. Kedua tangan lentik mengalung erat di leher lelaki yang lebih tua.

“Perek banget kamu, Ra. Mas hamilin kamu ya?”

“Mau— nghh aahhh MAUU!! Hera mau hamil anaknya Mas Marki!”

“Sini sayang, Mas mentokin biar pejunya langsung masuk rahim kamu.”

Si pemilik rumah bawa badan Hera ke dalam gendongannya, buat kontol berurat itu menusuk lebih dalam sampai gadis desa itu mengaga lebar sebab rasanya sangat nikmat.

Tubuh gadis itu terlonjak-lonjak di atas gendongan Marki, nenen besarnya berguncang hebat, putingnya yang tegang bergesekan langsung sama dada bidang Mas Marki buat si lelaki itu semakin terangsang nan berniat menghancurkan memek beceknya.

Hera betulan gila, memeknya dirojok kontol besar buat otaknya ngeblank, gak bisa mikir, dan otaknya penuh sama kontol besar lelaki yang lagi ngacak-ngacak lubang lacurnya. Lingkarangan tangannya semakin erat, kepalanya mendongak sampai rambutnya hampir menyentuh lantai. Goyangan Mas Marki benar-benar membuat ia kehilangan akal sehatnya.

“Mas aaahh~! Mas Marki hhh mau keluar aku mau kel— nghhh aaahhh Mashh~~!!”

“Tunggu, Mas juga mau keluar.”

“Aaaahhh~~ Mas Marki kontolnya enak banget emhh~~!!”

“Aahh! Fuck jangan diketatin, bangsat!”

“Lagi aahh kelu— aaahhh keluarrr...!!”

“Mnghh Ra hhhh anjing, anjing, enak banget sshhh~ hamil kamu, Ra, hamil anaknya Mas....”

Keduanya keluar bersamaan, Marki keluarkan pejunya di dalam memek Hera, pun gadis itu menyemburkan cairannya kenai kontol si tuan rumah yang masih nyolok lubang beceknya.

Waktu menunjukan pukul satu pagi, tapi Hera masih gak bisa tidur. Otaknya penuh sama bayang-bayang kontol besar. Kontol besar punya Marki tentunya.

“Mas...”

Mas Marki yang lagi tertidur pules sambil meluk pinggang ramping istrinya terbangun— lalu terbelakak begitu mengetahui si pemilik tangan yang menepuk pelan pipinya.

“Hera....? Kamu ngapain kesini? Terus kenapa kamu gak pakai baj—”

“Mas aku sange.”

Lagi lagi lelaki itu dibuat terbelakak. Hera, perempuan yang menumpang di rumahnya, berani nyamperin si pemilik rumah ini di kamarnya, jelas-jelas ada istrinya di samping dan lagi dipeluk. Dan gilanya lagi gadis itu datang tanpa sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya.

“Mas... memekku gatel, mau dientot kontol besar punya Mas...” ucap Hera dengan suara bisik-bisiknya, supaya gak membangunkan Lira yang tertidur pulas di samping Mas Marki.

Figur paling tua tercengang, lelaki itu tahu kalau Hera memang binal tapi gak tahu kalau ternyata sebinal ini sampai nekat nyamperin ke kamarnya....

“Ayoo, ke kamar kam—” ajak Marki, sembari bangun dari posisi tidurnya. Namun belum sepenuhnya berdiri, gelengan Hera buat sang tuan rumah menghentikan gerakannya.

“Gak mau. Aku mau kita ngewe disini— di kamar kamu dan istrimu.”

“Ra, jangan gila lah. Liat itu ada Lira!”

“Justru itu! Aku mau kita main di sebelah istrimu yang pules, Mas...”

“Sayang— Hera....”

“Mas Marki mnghh— ” mendorong dada figur paling tua sampai lelaki itu terlentang kembali di kasurnya, lalu ia menjatuhkan tubuh telanjangnya di atas badan sang dominan.

“Mas hmmph— aahhh~ memekku udah becek....” menyambar bibir si empunya rumah, bersamaan dengan pinggulnya yang bergerak di atas benjolan celana Mas Marki— menggaruk memek gatelnya disana.

“Aahh! brengsek, lonte!”

“Mas Marki nghhh aahhh~ udah keras kontolmu, Mas...”

“Itu ulahmu, bangsat.” Gadis itu terkekeh, mendengar umpatan kesal keluar dari mulut suami temannya.

Marki telanjang dada, dan bawahannya cuma pakai bokser tipis tanpa celana dalam. Jadi, begitu Hera menduduki dan menggesek memek beceknya di atas gundukan itu tentu saja sangat terasa buat kontol besar itu tegang gak pakai lama.

“Mas aku sepongin, ya?”

Mau dilarang pun Hera gak peduli, ia tetap akan menyepong kontol kesukaanya itu.

Ia masuk ke dalam selimut yang juga dipakai sama Lira, lalu menurunkan bokser tipis Mas Marki, nan disambut hangat sama kontol besar, sebab benda keras itu langsung menjepret bibirnya.

“Mnhhh— cup! Kontol kesukaanku...” Gadis itu genggam batang kontol Mas Marki, lalu dikecupi dari pangkal sampai palkonnya.

Sedang lelaki yang terlentang pasrah itu menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan desahannya yang bisa lolos kapan aja.

Fuck Hera, bangsat mulutnya enak banget.”

Hera ciumi testisnya, kemudian dua bola kembar itu dimasukin ke dalam mulut hangatnya. Diemut layaknya permet manis. Sedang batangnya dielus halus pakai jemarinya yang lentik. Palkonnya diusap-usap pakai jempol basahnya bekas cairan precum yang keluar dari lubang kontol Mas Marki.

“Gantian ya, sekarang batang kontol banyak urat ini yang masuk ke mulut aku.” ucap Hera dengan ekspresi erotis buat Marki di bawah sana semakin terangsang hebat.

Ia masukan batang kontol besar berurat itu ke dalam mulutnya. Lidahnya langsung menyapa, memutari palkonnya, kemudian melilit batang itu sampai lagi-lagi buat si empunya mengerang dan harus membekap mulutnya.

“Hera anj— nmh~ AHH!” Akhirnya tangan Marki turun ke bawah, ikut andil menggerakan kepala Hera yang lagi ngulum kontol ngacengnya.

“Anjing enak emhh~! Enak banget bangsat, gak lubang atas gak lubang bawah, jago ngenakin kontol semua.”

Yang dipuji semakin semangat ngenakin kontol keras yang ada di mulutnya. Perlahan, ia dorong kepalanya sampai batang berurat itu masuk sepenuhnya ke dalam mulutnya, bahkan sampai mentok, nan kenai pangkalnya.

“Sshhh aahhh... perek bangs— jangan dikempotin bangsat aahh fuck fuck Hera, Mas kelu— nghh~ keluarr...!!”

“Cepet banget masa udah keluar aja Mas?”

“Mulut lo enak banget anjing.”

“Ya udah langsung masukin aja deh, memek aku udah gatel.”

“Sini tak garuk pake garpu, Her.”

Hera maupun Marki terkejut bukan main... siapa yang gak membeku kalau lagi enak-enak gini istrinya malah bangun dan nyautin perkataan tak senonoh....

Botol alkohol berisi setengahnya diteguk sampai habis, Haechan masih asyik mengayunkan tangan yang mengudara di atas kepala, pun tubuhnya turut bergerak, mendengar alunan musik nan suara meriah dari orang-orang yang berada di area yang sama ; dance floor, pria molek ini gak sadar ada sepasang tangan besar yang mencengkram pinggangnya.

Tangan besar itu bergerak semakin turun, merambat ke bokong sintal pria manis yang masih asyik dengan musik yang mengalun semakin keras. Gak sampai situ, sepasang tangan itu merambat turun— ke bokong sintal pria manis incarannya, ia masih asyik dengan musik yang mengalun semakin keras.

Sekali oh belum sadar...

Dua kali disitulah Haechan baru sadar akan remasan tangan asing di bagian tubuhnya— ia baru sadar kehadiran lelaki lebih tinggi yang sedari tadi menyentuh tubuhnya.

“Oh, hey—” Haechan berbalik badan menghadap lelaki yang gak ia kenal sama sekali.

“Kamu cantik banget.” katanya, lalu sepasang tangan besar itu melingkar dengan erat di pinggang ramping si cantik.

Haechan say thank you, tanpa menghentikan tubuhnya yang begerak sesuai dengan irama musik, ia mengeluarkan cengiran manis di bibirnya, lalu sepasang lengan ramping melingkar di leher lelaki itu, menerima dengan hangat akan kehadiran laki-laki maskulin yang lebih tinggi darinya itu

Botol yang masih ia pegang diteguk lagi, “Sudah habis itu.”

“Hmm...? — ah iya.”

Botol dengan merk yang sama disodorkan di hadapannya, Haechan tanpa ragu menerima itu, lalu meneguk di depan si pemilik botol sampai botol berisi setengah alkohol itu habis tak tersisa.

Wajahnya memerah, badan terasa lemas, lengan tangan semakin erat melingkar di leher jenjang lelaki di hadapannya. Ia dengan sengaja jatuhkan wajah cantiknya tepat di ceruk leher pria asing itu. Gak mau kalah sama perlakuan Haechan, figur lebih tua hirup aroma wangi dari pria manis yang sedari tadi menarik perhatiannya.

Tangan besar itu menyapa bokong padat Haechan, diremas-remas penuh napsu, dan Haechan terima itu.

Ketika terasa lehernya disesap sama bibir Haechan yang gak kalah napsu, laki-laki itu menyeret Haechan dari kerumunan, lalu dibawa ke toilet yang lumayan sepi.

“Aduh iket pinggangnya kenceng banget, ini juga ribet banget celana dipakein rante-rante— ayo buka.” Cekatan tangan Haechan membuka celananya, pun aksesoris yang nempel disana.

“Gini kan enak— kenapa gelisah gitu? Udah biasa kan ngentot di toilet gini?”

Gelengan menjadi jawaban, lelaki itu sunggingkan senyum. “Oh jadi first time? Ngentot di kamar mandi dan sama stranger gini...?” si cantik mengangguk.

“Tapi kamu gak masalahkan... Mas ajak kamu Main disini...?”

Oh shit! Kenapa kata Mas yang keluar dari mulut pria asing ini terdengar begitu seksi.

Entah Haechan yang sudah mabuk total atau tubuhnya dikuasi oleh nafsu yang membara, sehingga reaksinya begitu berlebihan.

“Bukain celana Mas, bisa?”

Pria cantik itu seakan terhipnotis sama Mas Mas ini. Jemari lentik bergerak begitu cepat melepaskan celana Masnya.

“Mas—”

“Milan, Mas Milan sayang, kamu?”

”... Haechan.”

“Haechan cantik, Mas izin lepas bajunya, boleh?”

Tentu boleh. Ia mengangguk semangat, lalu mengangkat kedua tangannya ke udara, buat lelaki bernama Mas Milan itu terkekeh kecil.

“Lucu banget sih kamu.”

Haechan baru buka bawahan dan segala jenis aksesoris yang berada di celana, jadi ia hanya kenakan baju tipis nan celana dalam bergambar kucing di tengahnya. Dan saat ini hanya tersisa benda segitiga itu saja.

Mark geser pelan tubuh pria manis itu yang nampaknya sudah gak sadar akibat alkohol yang ditenggak berlebihan. Di geser sampai menghadap pintu toilet yang tertutup, sedang ia berdiri di belakangnya. Lalu menyodorkan dua jarinya di depan mulut si cantik, menepuk bibir plumpy itu sampai terbuka, kemudian dua jemari panjang masuk ke dalam mulut Haechan.

Figur submissive langsung paham akan niat yang lebih tua, ia menyecap jemari itu, diemut selayaknya permen manis.

Gak pakai lama, setelah dirasa jarinya sudah cukup berselimut liur si pria cantik itu, jemari panjang Mark keluar, sebelah tangannya meremas bokong sintal Haechan, kemudian ditampar dua kali sampai si empunya melengguh.

“Nghh~ Mass...”

“Mas buka celana dalam kamu, ya?”

Haechan mengangguk.

Perlahan celana dalam lucu itu turun sampai paha, dibiarkan menggantung diperpotongan paha sekal si empunya.

Cuh! Cuh!

Dua kali figur pria tampan itu meludah tepat di atas pantat polosnya yang tembam, kemudian ia seret ludahnya masuk ke dalam lubang senggama shit! Sempit banget... jangan jangan...

“Aah! Sakitt...”

“Tahan sebentar,”

Milan menambah jarinya ke dalam lubang si cantik, menusuknya kian mendalam, mengacak-acak lubang sempit itu sampai ia merasa puas.

“Mnghh~ aahhh~ Mass...”

“Sakit sayang, bisa tahan?”

Jeans ketat setengah paha dengan berbagi aksesoris di depannya, lalu atasan kaos tipis yang kalau dilihat dari jarak jauh pun tubuh polosnya akan terlihat jelas, apalagi dengan jarak sedekat ini.

Haechan pergi ke tempat ini dengan perasaan sebal, lalu ia membuat perjanjian pada dirinya sendiri ; siapapun yang berani menyentuh dirinya paling awal, dialah yang akan ia ajak menghabiskan malam panas bersama.

Sejauh Haechan menjalin hubungan bersama pacarnya gak pernah sekesal sampai senekat ini. Ia bahkan sebelumnya belum pernah datang ke tempat malam ini sendirian, kalau gak sama pacar, ia akan datang sama temannya. Lalu ini, seks.... sama stranger....? Dan di toilet tempat umum yang ramai.....? Belum pernah sama sekali, tapi kali ini ia berani dengan sungguh-sungguh. Tekatnya sudah bulat, ditambah efek alkohol yang membawa dirinya hingga sampai disini.

“Nungging.”

Haechan menunggingkan badan— Bugh!

“Bangsat!”

“Elo yang bangsat!”

“Bajingan! Lo apa-apain anjing? Cari sendiri lonte modelan kaya gini di bawah banyak.”

“Bacot!” pacar Haechan kembali meninju sudut bibir Milan, sampai si empunya merasakan anyir di lidahnya.

“Lonte? Dia pacar gue anjing!”

“Mark—”

“Sayang, kamu apa-apaan sih?”

Milan membuang ludahnya yang penuh darah di hadapan Haechan. Pukulan pacarnya lumayan juga, sampai pria asing itu merasakan kebas pun darah segar mengalir di sudut bibirny. “Pacarnya dijaga bro, masa ngajak ngentot stranger kaya lonte murahan aja.” tuturnya sarkas, lalu berlalu pergi meninggalkan pasangan itu.

Haechan tidak mabok, pun tidak sepenuhnya sadar. Tapi ia sedikit pusing akibat menengguk minuman alkohol yang berlebihan. Pening di kepalanya membuat ia kehilangan sedikit fokusnya. Figur si submissiv itu sekuat tenaga membalikan kesadarannya, ia berusaha membangkitkan jiwa yang hampir hilang.

“Haechan pulang!”

“Mark—”

“Ayo pulang!”

“Hngghh... engga mau.”

Mark gak peduli sama gelengan dari pacarnya ini, ia berburu membopong tubuh Haechan lalu dibawa keluar dari dalam toilet.

“Kok kesini abang...?” tanya si gadis lugu, netranya menilisik sekitaran bingung. Ini bukan rumahnya, tapi kok ojeknya berhenti disini...??

“Lho, kan tadi bilang bayar ojeknya disepongin kamu, lagian di rumahmu kan ada Pak Johnny, jadi ya di rumah abang aja nyeponginnya.”

“Oooo... emang disini gak ada orang Ab— ih kok Echi ditinggal! ABANGGGG!!!”

Echi sebal, ia menyilangkan tangannya di dada, sembari berlari mengejar abang ojek yang masuk ke dalam huniannya.

Jadi papanya Echi hari ini di rumah, gak kerja, katanya sih lagi gak enak badan. Makanya yang jemput Echi tetap abang ojek langganan, tapi siapa sangka malah dibawa ke rumahnya cuma karena gadis lugu itu mengadu keahlian akan bakat barunya.

Marli merangkul pundak sempit sang gadis, membawa masuk ke dalam kamarnya.

“Yakin kamu udah jago?”

Echi menggangguk “Yakin!” jawabnya penuh semangat.

“Sini duduk.”

Figur lebih muda terduduk di atas tempat tidur posisi menyamping, sedang Marli berdiri di depannya, menatap netra bening si cantik yang begitu teduh.

“Buka mulutnya,”

Dan sang gadis patuh, ia membuka mulutnya.

“Julurin lidahnya-”

“Julurin lidah sambil buka mulutnya Cil...” remaja cantik itu membuka kembali belah bibirnya, dengan mempertahankan lidah untuk tetap terjulur keluar.

Marli angkat dagu runcing Echi, sampai bocah delapan belas tahun itu mendongak ke atas, mulutnya terbuka lebar, dengan lidah yang terjulur buat lelaki dewasa itu tersenyum senang. Kemudian dia memasukan satu jarinya ke dalam hangatnya mulut Echi.

“Diemut kaya kamu lagi ngemut permen.” Lagi-lagi si remaja patuh. Jari telunjuk Marli dimanjakan di dalam sana, layaknya jemari panjang nan tebal itu mengeluarkan rasa manis, Echi emut penuh semangat. Netra cantiknya menatap polos mata elang figur paling tua di hadapannya buat laki-laki itu menelan ludahnya.

Aduh bangsat mukanya nyangein banget!

Marli mengusap benang saliva gadis cantiknya yang netes melewati dagu, diusap pakai jempol sebelah tangan yang menganggur, lalu ibu jari bekas lelehan saliva Echi dimasukan ke dalam mulutnya, dalam sekali hisapan, kemudian dikelurkan lagi. Figur pria dewasa itu melesakan jemarinya lebih dalam sampai pada pangkal tenggorokan, Echi tersedak sampai terbatuk, kalau saja Marli gak cepat- cepat tarik jarinya keluar sudah dipastikan gadis lugu itu akan muntah.

“Ditahan sebentar Echi.”

“Abang maaf tapi Ech—”

“Katanya udah jago, baru pake jari aja gak becus.”

Echi menunduk, ia merasa bersalah, padahal dalam perjalanan pulangnya sudah memamerkan dengan bangga kalau ia sudah jago, bahkan mengiyakan bayar ongkos ojek pakai sepongan mulutnya. Tapi rupanya ia masih gagal.... tapi waktu sama tukang AC gak begini kok cara mainnya...

“Nungging sana.”

Takut-takut lelaki dewasa itu semakin geram, Echi dengan sigap memposisikan dirinya menungging, memunggungi Marli, sesuai perintah si tuan rumah.

Lalu tukang ojek itu ikut bergabung ke atas tempat tidur, sebelum menemui wajah sang gadis, tangan kasarnya menampar kencang bokong semok Echi sampai si empunya mengekik.

“Buka lagi mulutnya.” tegasnya ketika wajah mereka bertemu.

“Tahan ya.”

Remaja cantik itu mengangguk, lalu membuka belah bibirnya, mempersilahkan Marli untuk melesakan jarinya lagi. Kali ini pria itu memasukan dua jari sekaligus—telunjuk dan jari tengah, dia menekan lidah sang gadis dengan perlahan lahan sampai dua jemari panjangnya kenai pangkal “Tahan-” tegasnya.

Susah payah gadis lugu itu menahan supaya suara oek gak keluar lagi dari mulutnya, sampai netra cantiknya memerah, terdapat genangan air di bawah pelupuk mata tapi tak ia hiraukan, sampai buliran bening itu jatuh basahi salah satu pipinya yang sudah merah pedam. Ia mencoba menetralkan deru nafasnya yang memberat, lalu ia bersorak riang ketika melihat reaksi lelaki di depannya.

“Pinter.” senyumnya merekah, lalu usapan lembut menyapa dahi yang tertutup poni.

“Sekarang gerakin.” Lagi lagi gadis itu patuh, ia memaju mundurkan kepalanya, hingga tubuhnya ikut bergerak, bokong sintal bergoyang ke kanan kiri— menggoda abang tukang ojek langganan, kemudian netra cantiknya menatap tajam Marli, memberi kedipan maut, kemudian keluarkan seringai tipis di bibir basah bekas lelehan salivanya sendiri.

“Anjing! Bocah binal, diasah dikit langsung jadi lonte!”

Marli menyingkap rok sekolah yang masih melekat di tubuh Echi, memperlihatkan bokong sintalnya yang hanya terbalut celana dalam bergambar hello kitty, daging montok itu ditampar cukup keras sebanyak tiga kali, buat si empunya memekik kencang, bersamaan itu ia hentikan goyangan bokongnya.

Dua jemari di dalam mulut si gadis dikeluarkan, Marli buru-buru melepas celana, lalu memposisikan tubuh jangkungnya tepat di depan muka Echi, kakinya dibuat menekuk. Dua jemari basah bekas kuluman tadi dipakai untuk menarik dagu si cantik, bersamaan dengan itu ia melepaskan celana dalamnya, buat penisnya yang udah keras itu nampar pipi bocah binal yang masih dengan posisi menungging, mukanya memerah, pipinya basah kena cipratan cairan precum yang keluar dari kontol Marli.

“Abang ini mah muat, Echi pernah masukin yang lebih besar dari punya abang,”

“Kontol siapa yang lebih besar dan pernah disepongin kamu?”

“Punya Mas tukang A— mnhh Abmnghhh—!!” sebelum bocah itu menyelesaikan kalimatnya, mulutnya lebih dulu disumpal kontol ngaceng Marli, tukang ojek ini gak sabaran.

“Mmhh shhh aahh bangsat sempit banget mulutnya.”

Figur pria dewasa itu menyogrok kontolnya di dalam mulut sang gadis, pinggangnya bergerak maju mundur dengan tempo stabil, kedua tangannya mencengkram rambut si cantik, mulutnya gak berhenti meracau kata-kata tak senonoh— menyalurkan rasa nikmat yang dirasa.

Aduh bangsat mulut perawan sempit banget, anget banget. Marli rasanya mau gila, apalagi lihat ekspresi bocah itu.... makin gila! Buat kontolnya semakin keras. Ingetin Marli nanti, buat pejuin muka bocah binal ini.

“Bangsat Cil, jago banget ngenakin kontol- Anhh yaa kekep pake lidah kaya gitu shhh aahhh anjing fuck Echi aanghh—~!!”

Persekian detik Marli berubah kaya orang kesetanan, nyodok kontolnya semakin dalam, sampai rasanya mentok. Echi menahan paha Marli supaya lelaki itu gak dorong kontolnya lebih dalam lagi, sebab mulutnya saat ini pun sudah terasa begitu penuh. Tapi laki-laki itu acuh, ia terus dorong sampai mentok banget, kemudian didiamkan di dalam hangatnya mulut sang gadis, deepthroat cukup lama, Echi gak kuat, Echi gak belajar tentang permainan yang sedalem ini. Perempuan cantik itu mengerang, napasnya tersenggal, mukanya memerah dengan buliran bening yang ngalir di pipi, belum lagi sekitaran mulutnya berantakan salivanya bercampur precum Marli. Figur paling muda pukul perut tukang ojek berkali-kali, berharap dengan pukulan yang semakin keras abang ojek ini akan lepaskan kontolnya dari dalam sana. Tapi nihil....

“Anak orang bisa mati, goblok!” suara itu berbarengan tendangan yang kenai dahi Marli sampai pria itu terjungkal.

“Asu, Mard—”

“Mau bunuh anak orang lo, goblok?”

“Lho.... Mas Mardi kok disini?” tanya Echi bingung.

Marli lagi natap tajam kembarannya yang tiba-tiba ke dalam kamarnya, begitu Echi sebut nama Mardi, tubuhnya langsung berbalik— menatap muka si gadis dengan tanda tanya di kepalanya.

“Cil... kamu kenal Mardi?”

“Lho, Abang, Echi belajar nyepongnya sama Mas Mardi...”

“Anjing?!”

Marli berbalik badan menghadap laki-laki yang lahir lima menit lebih dulu, ia menaikan sebelah alis cemarnya, meminta penjelasan ucapan Echi, tapi pria lebih tua lima menit itu menaikan bahunya, acuh.

Bacot, ketimbang jelasin apa yang diminta Marli, Mardi malah nyerang bibir gadis lugu yang nampak begitu seksi dengan sekitaran mulut berantakan. “Mnhhh Mashh—”

“Bangsat Mardi!”

Persetan dengan isi otaknya yang penuh tanda tanya, Marli gak mau kalah. Dia dekap badan Echi dari belakang, lalu ciumi tengkuk leher si cantik, tangan besarnya merambat ke bawah ; meremas bokong sintal sang gadis, badannya nempel, gak ada jarak sesenti pun, sampai Echi bisa merasakan kontol keras abang ojeknya itu kenai punggungnya yang masih terlapis seragam sekolah. Remaja delapan belas tahun melengguh, menerima serangan bertubi-tubi dari dua laki-laki yang baru ia sadari kalau muka keduanya mirip, mirip sekali.

“Abanhh aahh—seben—eunghhh~! Mas, Echi mau tany—aaaahhhhh Abang...!!”

Keduanya seakan tuli, Marli maupun Mardi sibuk dengan kegiatan masing-masing. Yang lebih tua meremas nenen sang gadis dari luar seragam sekolah, cumbuan bibirnya yang bewarna merah kehitaman turun ke bawah, menyapa leher mulus, lalu memberi kecupan basah yang tak terhitung jumlahnya. Sampai pada dada besar si cantik, lelaki yang Echi ketahui sebagai tukang AC itu menghirup dalam aroma belahan tetek mengkalnya, sampai si empunya mendesis sembari mendongakan kepala, tubuhnya seakan tersetrum aliran listrik yang berbahaya.

Sedang lelaki yang Echi kenal sebagai ojek langgannya sudah beraksi jauh ; rok pendek si remaja disingkap ke atas, lalu celana dalamnya di geser kesamping, mempermudah tangan nakalnya menyapa kelamin becek si remaja. Jari panjang Marli menyusup masuk, mengelus memek tembam bocah delapan belas tahun itu yang sudah kacau, dalam beberapa detik saja pakaiannya sudah berjatuhan di bawah lantai, hanya menyisakan celana dalam, pun benda segitiga itu sudah berantakan di tempatnya.

Mardi remas-remas sebelah nenen Echi, sedang sebelahnya sudah masuk ke dalam mulutnya. Dijilatin putingnya, lalu dihisap selayaknya bayi yang haus akan asi. Figur paling muda meremat rambut Mardi, mendorong kepala lelaki itu, supaya nenennya terus disedot tanpa jeda, sebab disana terdapat rasa gatal yang mengganjal.

“Aahh! Sak— sakitt!!”

“Tolol, kobelin dulu pake jari, setan. Main masukin kontol aj—”

“Bacot! Gua udah gak tahan Mardi.”

Echi pening, sungguh pening ; pening denger keributan kedua laki-laki muka kembar ini, dan pening sama perlakuan keduanya yang garap tubuhnnya tanpa ampun.

“Anhh.... Ma- eunghhh~ Abang sakittt Abang memek Echi perih aahhh sakittt—!!”

Mardi sumpal mulut Echi pakai lidahnya, supaya gak berisik, sedang tangannya di bawah sana memilin puting keras sang gadis, dimainkan dengan telaten, berusaha mengalihkan rasa sakit kelaminnya yang lagi diobrak-abrik sama penis tebal bajingan Marli.

“Anjing lubang memeknya rapet banget padahal udah gue perawanin.”

“Mardi anjing gue yakin lo bakal ketagihan sampe gak mau udahan ngentotin bocil ini.”

“Banyak bacot banget, babi. Cepet kelarin gua juga pengen nyobain memek.”

“Sabar nyet.”

Sejujurnya Echi lemas, kakinya seperti menjadi jelly, gak mampu lagi untuk terus berdiri. Maka Marli mengangkat tubuh mungil itu, lalu menjatuhkan di atas tempat tidur, tepat di depan selangkangan Mardi yang memang sudah lebih dulu naik ke atas tempat tidur.

Abang tukang ojek berdiri di belakang, mengangkat sebalah kaki Echi lalu disampirkan di atas bahu, sebelah kakinya dibiarkan menjuntai.

“Jepit kontol Mas pake tetekmu, Dek.” pinta Mardi sembari memposisikan kontol tegangnya tepat di tengah-tengah belahan nenen mengkal Echi.

“Kaya gini Mas...” Ia angkat dua buah dadanya, dipersatukan ke tengah, supaya sesuai apa kata Mas Marli dijepit tetekmu.

“Iya sayang_ anhh! Enak Dek...”

Figur remaja cantik itu tersenyum puas, ekspresi lelaki yang keenakan benar-benar candu baginya. Echi suka sama ekspresi wajah laki-laki yang puas akan kerjanya. Echi suka sama reaksi itu.

Goyangan pinggul Mas Marli semakin kencang, Echi gak kalah kencang jepit kontol lelaki dewasa itu. Lidahnya sengaja ia keluarkan ketika penis besar berurat si tukang AC sekali-kali kenai mulutnya, tergesek dari dada, dagu, lalu nyumbul kenai bibir plumpy.

“Beneran lonte, ternyata.”

Marli yang dengar itu cuma terkekeh.

Chuu! chuu!! Marli meludah tepat di depan lubang memek Echi yang sudah becek cairannya sendiri. Jemari panjang mencolek cairan bening milik si remaja, kemudian jari panjang yang basah berlumur cairan lengket itu dijilat.

“Abangg itu kotor...!!”

direnggangkan pakai jarinya. Genggam kontolnya, lalu ditepuk-tepuk di atas memek tembam yang tertutup celana dalam bergambar hello kitty. Ditepuk-tepuk terus, sampai kain segitiga itu basah, rembes cairan memek Echi. Sebelah tangannya menahan bagian bawah celana dalam itu supaya bagian lubangnya yang udah nganga tetap terlihat dari pandangannya. Marli tekan kontolnya dari bawah, lalu digesek ke atas, menekan klitoris buat gadis itu mendesah keras.

Bakso langganan

Seperti biasa di hari minggu sore Haechan akan berolahraga di rumahnya sendiri, bermodal kan youtube. Dengan pakaian yang super minim, kaos tipis bermerek adidas yang begitu ketat, lalu bawahan hanya celana leging melilit sampai separuh pahanya.

“Bakso baksooo-”

“Bang bakso...”

Haechan berlari keluar meneriaki tukang bakso langgananya.

“Kaya biasa ya bang.”

“Sipp Chan.”

Jika persoalan mengikhlaskan itu mudah, maka sudah ku-lakukan tanpa kamu minta. Tawa yaang kerap kali kuedar sekarang teramat pilu, tak ada lagi kita diantara gelak yang saling bersahutan. Hanya ada puimg-puing kenangan yang membekas ddan tak mau hilaang. Mereka menahanku larut bersamamu.